Newandikabm.com - Mengenal Prinsip-Prinsip Serta Ajaran Ahlussunnah Waljama'ah - Dalam kehidupan sehari-hari, setiap individu tentu memiliki prinsip yang dijadikan pedoman dalam bersikap dan bertindak. Prinsip tersebut berfungsi sebagai arah agar tidak salah langkah dalam menjalani kehidupan. Demikian pula sebuah organisasi keagamaan memiliki prinsip dasar yang menjadi pegangan utama, agar tetap berada pada jalur yang benar sesuai ajaran agama. .png) |
Mengenal Prinsip-Prinsip Serta Ajaran Aswaja |
Salah satu organisasi keagamaan yang berpegang pada prinsip kuat adalah Ahlussunnah Waljama’ah (Aswaja). Istilah ini merujuk pada golongan umat Islam yang mengikuti ajaran Rasulullah SAW, para sahabat, dan ulama salafus shalih dalam memahami, mengamalkan, serta menyebarkan Islam. Dengan berpegang pada prinsip Aswaja, umat Islam diharapkan mampu menjaga keseimbangan antara akidah, syariat, dan akhlak dalam kehidupan.
Prinsip-prinsip dalam Ahlussunnah Waljama’ah tidak hanya berfungsi sebagai penguat identitas, tetapi juga menjadi pedoman agar umat Islam tidak mudah terombang-ambing oleh perkembangan zaman maupun pemahaman yang menyimpang. Prinsip tersebut terwujud dalam sikap moderat, toleran, adil, dan seimbang yang menjadikan Aswaja mampu diterima oleh berbagai lapisan masyarakat.
Melalui artikel ini kita akan membahas lebih jauh mengenai prinsip-prinsip serta ajaran Ahlussunnah Waljama’ah, baik dalam bidang akidah, syariat, maupun tasawuf. Pemahaman ini penting tidak hanya bagi kalangan santri atau pelajar madrasah, tetapi juga bagi masyarakat luas agar dapat meneladani jalan hidup yang telah diwariskan oleh para ulama terdahulu.
Setelah pada materi sebelumnya kita mempelajari tentang pengertian
Ahlussunnah Waljama’ah (Aswaja), maka pada kesempatan ini kita akan membahas lebih jauh mengenai prinsip-prinsip serta ajarannya.
Materi ini penting karena akan menjadi pegangan hidup bagi umat Islam, khususnya warga Nahdliyyin, dalam menjaga kemurnian akidah, ibadah, dan akhlak sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW dan para sahabatnya.
Prinsip-Prinsip Ahlussunnah Waljama'ah
Ahlussunnah Waljama’ah memiliki empat prinsip, yaitu tawasuth (pertengahan/jalan tengah), i’tidal (tegak), tawazun (seimbang). dan Tasamuh (Toleran) Tawasuth berarti pertengahan, diambil dari firman Allah:
وَكَذٰلِكَ جَعَلْنٰكُمْ اُمَّةً وَّسَطًا لِّتَكُوْنُوْا شُهَدَاۤءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًاۗ وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِيْ كُنْتَ عَلَيْهَآ اِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَّتَّبِعُ الرَّسُوْلَ مِمَّنْ يَّنْقَلِبُ عَلٰى عَقِبَيْهِۗ وَاِنْ كَانَتْ لَكَبِيْرَةً اِلَّا عَلَى الَّذِيْنَ هَدَى اللّٰهُۗ وَمَا كَانَ اللّٰهُ لِيُضِيْعَ اِيْمَانَكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ ١٤٣
Artinya: “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. (QS Al-Baqarah: 143)
I’tidal artinya tegak lurus, tidak condong ke kanan-kanan atau ke kiri-kirian, diambil dari kata al-’adlu, yang berarti adil atau I’dilu yang berarti berbuat adillah yang terdapat dalam firman Allah:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ لِلّٰهِ شُهَدَاۤءَ بِالْقِسْطِۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ عَلٰٓى اَلَّا تَعْدِلُوْاۗ اِعْدِلُوْاۗ هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ ٨
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS Al Maidah: 8)
Tawazun artinya keseimbangan, tidak berat sebelah, dan tidak kelebihan satu unsur atau kekurangan satu unsur dan kehilangan unsur yang lain. Kata tawazun diambil dari kata al-waznu atau al-mizan yang artinya alat penimbang, diambil dari ayat:
لَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنٰتِ وَاَنْزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتٰبَ وَالْمِيْزَانَ لِيَقُوْمَ النَّاسُ بِالْقِسْطِۚ وَاَنْزَلْنَا الْحَدِيْدَ فِيْهِ بَأْسٌ شَدِيْدٌ وَّمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللّٰهُ مَنْ يَّنْصُرُهٗ وَرُسُلَهٗ بِالْغَيْبِۗ اِنَّ اللّٰهَ قَوِيٌّ عَزِيْزٌࣖ ٢٥
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” (QS Al-Hadid: 25)
Tasamuh artinya Toleran atau mau memahami perbedaan. Tawasuth, i’tidal, tawazun dan Tasamuh di atas bukanlah serba kompromistis dengan mencampuradukkan semua unsur (sinkretisme).
Juga bukan mengucilkan diri dan menolak pertemuan dengan unsur apa-apa. Karakter tawasuth dalam Islam adalah karena memang sudah semula Allah meletakkan dalam Islam segala kebaikan, dan segala kebaikan itu pasti ada di antara dua ujung tatharuf, sifat mengujung, ekstrimisme.
Ajaran Akidah Ahlussunnah Waljama'ah
Akidah Ahlussunnah Waljama’ah adalah akidah yang moderat. Tidak terlalu ekstrim ke kanan seperti Jabbariyah tidak terlalu ekstrim ke kiri (Qadariyah).
Ahlussunnah mengakui bahwa perbuatan manusia itu diciptakan oleh Tuhan, tetapi manusia memiliki andil juga dalam perbuatannya yang disebut dengan kasb.
Sementara golongan Jabbariyah berpendapat bahwa semua perbuatan manusia diciptakan oleh Allah dan manusia tidak memiliki andil sama sekali dalam perbuatannya.
Sebaliknya golongan qadariyah berpendapat bahwa perbuatan manusia diciptakan oleh dirinya sendiri. Tuhan tidak turut campur dalam perbuatan manusia.
Dalam soal mengkafirkan orang lain, Ahlussunnah juga sangat berhati-hati. Ahlussunnah tidak menganggap orang mukmin yang berbuat dosa itu kafir dan tidak pula fasik. Tetapi ia adalah mukmin yang berdosa. Kelak di akhirat dihukum sesuai dengan dosa yang dilakukannya di dunia.
Dalam hal melihat Allah, Ahlussunnah berpendapat bahwa kelak di surga orang mukmin bisa melihat Allah sedangkan di dunia manusia tidak bisa melihat Allah. Pendapat ini berbeda dengan pendapat Mu’tazilah yang menyatakan orang mukmin tidak bisa melihat Allah di dunia dan di akhirat.
Mengenai Al-Qur’an, Ahlussunnah berpendapat bahwa Al-Qur’an itu adalah kalamullah dan bukan makhluk. Berbeda dengan pendapat Mu’tazilah yang menyatakan bahwa Al-Qur’an itu adalah makhluk.
Mengenai antropomorfisme, Ahlussunnah percaya bahwa Allah memiliki mata dan tangan, tetapi tidak bisa disamakan dengan mata dan tangan manusia. Sedangkan Ahlussunnah Maturidiyah berpendapat bahwa ayat-ayat tentang antropomorfisme harus ditakwilkan. Tangan Allah berarti kekuasaan Allah, wajah Allah berarti Dzat Allah, dan mata Allah berarti pandangan Allah.
Mengenai sifat, Ahlussunnah berpendapat bahwa Allah memiliki sifat tetapi sifat Allah berbeda dengan sifat makhluk. Berbeda dengan muktazilah yang berpendapat bahwa Allah tidak memiliki sifat.
Mengenai keadilan Tuhan, Ahlussunnah berpendapat bahwa keadilan Tuhan itu adalah menempatkan sesuatu sesuai dengan tempat yang sebenarnya. Jadi, tidak ada sesuatupun yang mewajibkan Tuhan. Sebab jika Tuhan memiliki kewajiban berarti Tuhan terpaksa.
Sebagai materi lanjutan pada pembahasan kali ini adalah Sumber Hukum Ahlussunnah Waljama'ah Dalam Fikih.